Saturday, 31 March 2018

Sistem Pemerintahan Mahasiswa dengan Konsep dan Problematika Organisasi Mahasiswa di Lingkungan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang




 “Sistem Pemerintahan Mahasiswa dengan Konsep dan Problematika Organisasi Mahasiswa di Lingkungan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang”

Oleh: Abdik Maulana


A.              Pendahuluan Sistem Pemerintahan
Pemerintahan Mahasiswa merupakan miniatur pemerintahan dalam suatu negara. Dengan menjiplak sistem demokrasi ala trias politica seharusnya lembaga pemerintahan mahasiswa terdiri dari tiga elemen yaitu : eksekutif, legislatif dan yudikatif. Begitulah tren pergerakan mahasiswa sekarang yang menyebut dirinya tergabung dalam pemerintahan mahasiswa.
Akan tetapi, tahukah anda darimana asal mula sistem pemerintahan mahasiswa ini? Mari kita cermati bersama berdasarkan hasil analisis. Kenapa ada dua penamaan lembaga yang fungsinya hampir sama dalam menjalankan fungsi pemerintahan mahasiswa? Kedua nama lembaga tersebut adalah Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa.
Yang pertama adalah Dewan Mahasiswa. Dewan Mahasiswa merupakan organisasi lembaga pemerintahan mahasiswa yang menjalankan fungsi eksekutif . Sementara fungsi legislatifnya dijalankan oleh Majelis Mahasiswa. Dewan Mahasiswa terbentuk karena mahasiswa resah dengan permasalahan Bangsa Indonesia pada masa orde lama. Di samping memang sudah terdapat Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus lainnya pada saat itu seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), FMN (Forum Mahasiswa Nasional), ataupun Gerakan Mahasiswa lainnya yang berlandaskan Ideologi yang bergerak dan peduli untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini.
Selanjutnya Senat Mahasiswa, penamaan Senat Mahasiswa ini muncul ketika terjadi NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kegiatan Kemahasiswaan) yang mulai diterapkan pada tahun 1979. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya aktivitas politik praktis yang terjadi dalam kehidupan kampus (internal kampus). Selain penamaan, Pemerintah orde baru pada saat itu melarang mahasiswa untuk menerapkan sistem pemerintahan mahasiswa seperti halnya pada sistem yang diterapkan pada Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa. Sistem senat mahasiswa disini ditujukan untuk membatasi aktivitas mahasiswa dalam pengkritisan kebijakan dengan meminimalisir jumlah aktivis secara struktural karena setiap pejabat senat harus berasal dari ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan atau ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Pelaksanaan sistem senat ini dilakukan sejak 1979 sampai dengan menjelang masa reformasi. Akan tetapi, Mahasiswa di UGM menolak sehingga masih saja menggunakan sistem pemerintahan mahasiswa walaupun menggunakan penamaan senat.
Dan kemudian nama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pun tercetus pasca reformasi 1998, ini adalah sebuah harapan baru ketika pemerintah Republik Indonesia tidak lagi otoriter dan tidak lagi mengekang mahasiswa. BEM menjalankan fungsi eksekutif dan fungsi legislatif dijalankan oleh DLM (Dewan Legislatif Mahasiswa) atau DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa). BEM menjalankan fungsi eksekutifnya berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan (Pengajaran), Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Ditambah dengan tugasnya untuk mengikat tali persaudaraan seluruh Mahasiswa di Perguruan Tinggi / Universitas tempatnya bernaung.
Sebenarnya memang, idealnya Lembaga Pemerintahan ini dilengkapi dengan lembaga yudikatif yang ditujukan untuk menyeimbangkan tugas lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Walaupun setelah di lihat belum ada mahasiswa yang bisa menjalankan ketiga  fungsi lembaga trias politica ini secara optimal dan kebanyakan hanya cenderung didominasi oleh eksekutifnya saja.
Akan tetapi, yang terpenting adalah Bagaimana kemudian harus terdapat mahasiswa-mahasiswa yang peduli dengan permasalahan kampus dan bangsa yang semakin pelik ini. Fungsi Pencerdasan, Penjagaan Nilai-Nilai Moral kebaikan, Advokasi, Persatuan Mahasiswa dan Pengabdian Masyarakat seharusnya bisa terlaksana dengan baik oleh setiap lembaga pemerintahan mahasiswa.
Cerminan dari sistem pemerintahan yang nyata dinegara Indonesia mengadopsi utuh pemikiran filsuf Prancis, Montesqiue yang hidup diabad 17, dimana negara haruslah menempatkan kekuasaan dengan cara pembagian agar menghindari kesewenangan yang merugikan hak-hak masyarakat, hal tersebut dilatarbelakangi dengan revolusi Prancis yang memang tidak pernah ada sistem pembagian kekuasaan seperti itu dan kita mahasiswa mengenalnya sebagai Trias Politica: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif bahkan dalam perlajanannya hal tersebut sudah dirombak dengan ditambahnya bagian Eksaminatif yang berfungsi sebagai pemantau kinerja pemerintahan layaknya Badan Pemeriksa Keuangan.
Dan dalam Student Goverment (baca: pemerintahan mahasiswa) hal tersebut juga diadopsi dengan cara yang nyaris sama sehingga mengesankan bahwa ada negara mahasiswa yang berdaulat didalam negara ini. Sistem pemerintahan mahasiswa yang ada saat ini khususnya di UIN Maliki Malang  sama dengan sistem yang menyerupai trias politica minus yudikatif dinegara muncul disaat pemerintah dengan garangnya memberantas sistem pemerintahan kolektif mahasiswa dengan nama Dewan Mahasiswa lalu memperkenalkan sistem student goverment untuk selanjutnya kita kenal dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) derta Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang mewakili lembaga eksekutif, dan Senat Mahasiswa (SEMA) yang mewakili legislatif. Tidak masalah memang untuk hal satu ini, namun yang perlu dicermati adalah apakah sistem tersebut masih relevan dan “diperbolehkan” dengan keadaan dan gaya perjuangan mahasiswa sekarang. Reformasi di negara Indonesia sudah menunjukkan bahwa sistem dengan gaya lama (baca: orde baru) harus diganti dengan sebuah sistem yang adil dan Demokratis dengan dihilangkannya lembaga tertinggi dinegara ini, mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena dalam menjalankan prinsip sebuah negara demokrasi maka keadaan didalamnya tidak mengenal subordinasi sistem kepemimpinan dan wewenang hal tersebut bertujuan untuk menghindari absolutisme kewenangan dari masing lembaga tertinggi tersebut. Didunia pemerintahan mahasiswa, khususnya di UIN Maliki Malang  hal tersebut masih belum dapat terealisasi dengan baik, walaupun tiap lembaga sudah bisa memainkan perannya agar tercipta cheks and ballences antara legislatif dan eksekutif. Namun apakah hal tersebut itu cocok dengan kondisi nyata atas dasar kebutuhan Demokrasi di universitas ini.
Sistem Pemerintah Ideal Yang diharapkan dari kepemerintahan ideal adalah terwujudnya pemerintahan yang Demokratis, sehat dan dinamis. Jika memang dalam tingkat peraturan tertinggi telah memberi celah untuk melaksanakannya maka itu adalah amanah konstitusi dan juga yang harus diperhatikan juga bahwa amanah tersebut juga bisa memberikan solusi yang tidak sehat dalam pelaksanaanya dan hal tersebut tidak hanya khusus ada di student goverment. Hans Kelsen, dalam teorinya tentang hierarki perundang-undangannya menyatakan bahwa norma tertinggi dalam pelaksanaan sebuah negara berdaulat adalah Undang-Undang Dasar yang biasanya kita di Republik Mahasiswa ini menyebutnya sebagai AD/ART RM dan dilanjutkan dengan Peraturan sampai pada peraturan yang paling akhir yaitu Peraturan Daerah.
Pandangan ini bertahan dan diadopsi bertahun-tahun oleh negara demokrasi didunia, era Orde baru menolak gagasan ini beserta demokrasinya, dan uniknya Pemerintahan Mahasiswa UIN Maliki Malang  tidak begitu memahami dan mengerti akan pentingnya hal tersebut. Solusi pada akhirnya tetaplah dikembalikan pada kebijakan lembaga yang mengaturnya, jika pihak eksekutif dalam hal ini dipegang oleh Presiden Mahasiswa mulai bisa menggerakkannya dengan sebuah usulan terhadap kemungkinan terjadinya Amandemen maka hal tersebut sangatlah berpengaruh atas desakan tersebut. Karena jika dilihat masalah ini mulai mengakar dan semakin lama membuat negara ini menjadi negara mahasiswa dengan tidak adanya peraturan pasti (Peraturan-peraturan) untuk menjamin hak kemahasiswaan, peraturan itu menjadi seolah-olah ada dan menjadi pelengkap masa jabatan saja, namun tidak dijabarkan secara detail. Sampai pada saat dimana pemerintahan daerah yang diwakili oleh Fakultas tidak bisa lagi dijamah oleh regulasi karena memang tidak ada arahan untuk membatasi kekuasaan tersebut.
Penutup Pemerintahan Mahasiswa (studen goverment) mempunya tugas membentuk watak demokrasi mahasiswa, dalam menjalankan hal tersebut perlu didasari oleh sebuah sistem yang sehat serta Demokratis pula, bervisi dan jelas dalam arahannya.

B.               Pemahaman Konsep Trias Politica
Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang sifatnya memberikan legislasi terhadap kekuasaan eksekutif. Produk yang dihasilkannya adalah produk hukum dan perundangan yang berisi rambu-rambu yang harus diikuti oleh eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan. Pos ini juga sekaligus memberikan fungsi kontrol terhadap jalannya proses hingga lahirnya kebijakan publik. Dalam sistem demokrasi tak langsung, maka lembaga legislatif ini ditempati oleh federasi atau representasi (perwakilan) dari tiap segmen/distrik publik yang ada yang terbagi secara geopolitis. Akibatnya, pos kekuasaan inilah yang secara langsung berhubungan dengan publik, yang dapat diimplementasikan dalam mekanisme recall, pertanggungjawaban di tingkat distrik, dan sebagainya. Jadi, dalam hal ini tiap elemen representatif lembaga legislatif harus memiliki kejelasan entitas yang diwakilinya. Dengan perkataan lain, tiap anggota dalam kelembagaan legislatif harus jelas mewakili segmen publik tertentu, sehingga publik mengetahui siapa yang mewakilinya di tingkat kelembagaan pusat. Dalam praktiknya, harus dijamini adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat oleh setiap entitas publik, untuk kemudian nantinya dalam pengambilan keputusan, semua perbedaan tersebut dimoderasi dengan musyawarah (untuk mencapai mufakat atau aklamasi) ataupun voting, referendum, sebagai cara untuk mengumpulkan suara terbanyak yang menentukan sikap publik secara keseluruhan.

Kekuasaan Eksekutif merupakan pos kekuasaan yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang akan berkenaan dengan publik secara langsung atau tak langsung, di bidang sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Pos inilah yang menentukan segala kebijakan sistem berdasarkan amanah yang disampaikan oleh kekuasaan legislatif. Adalah proses lahirnya segala kebijakan publik ini, legislatif harus memiliki akuntabilitas yang konkrit terhadap eksekutif.
Dengan kata lain, legislatif memiliki hak-hak untuk melakukan pemeriksaan terhadap setiap proses kelahiran suatu kebijakan yang dilakukan oleh eksekutif. Di sini, secara legal formal, legislatif menjadi mitra tanding (baca: oposisi) dari kekuasaan eksekutif.

Kekuasaan Yudikatif merupakan kekuasaan yang menjadi tulang punggung dari setiap roda Demokratisasi pemerintahan, karena ia menjadi kekuasaan kehakiman tertinggi yang menentukan apakah kebenaran yang dianut oleh sistem tersebut ditegakkan oleh sistem tersebut. Pos kekuasaan yudikatif memiliki hak uji material dari setiap kebijakan publik yang dihasilkan oleh eksekutif berdasarkan legalitas yang diberikan oleh kekuasaan legislatif. Demi tegaknya supremasi hukum, maka pada praktiknya, kekuasaan yudikatif tidak boleh pandang bulu dalam menerapkan hukum yang ada. Dari sini, diharapkan tercipta suatu keadaan yang seadil-adilnya bagi sistem tersebut.

C.              Apasih Badan Eksekutif ???
BADAN EKSEKUTIF 
Badan eksekutif biasanya dalam negara-negara Demokratis terdiri dari Presiden dan para mentri. Jumlah anggota Badan Eksekutif juga harus lebih kecil dari lembaga legislatif, coba sekarang teman-teman hitung, apakah jumlah anggota DEMA lebih sedikit dari DLM/SEMA ???. mengapa jumlah anggota DEMA harus lebih sedikit, itu dikarenakan Eksekutif dalam tradisi demokrasi “hanya” bertugas melaksanakan ketetapan-ketetapan yang sudah disepakati oleh legislatif (SEMA). Jadi dengan jumlah yang lebih sedikit itu, diharapkan legislatif dapat mengkontrol apabila eksekutif melakukan kesalahan. Dalam menjalankan tugasnya, diharapkan badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli serta terpenuhi berbagai macam fasilitas pendukung.
Anggota DEMA diharapkan merupakan orang-orang yang berdedikasi dan berkompeten untuk menjalankan roda pemerintahan di kampus. Sedangkan, apabila ketua DEMA (Presma) melakukan kesalahan maka SEMA berhak untuk memberhentikanya saat itu juga dengan mekanisme musyawarah mufakat di internal SEMA (sekali lagi saya tekankan, anggota DEMA tidak terlibat) karena sudah ada dalam Pedoman Organisasi Kemahasiswaannya. Nah, apabila para menteri yang melakukan kesalahan, pejabat ketua DEMA (Presma) berhak untuk memecat atau menggantinya, dalam ilmu politik dikenal dengan istilah Reshuffle Kabinet. Sehingga semua roda pemerintahan benar-benar terkontrol, tidak ada satupun lembaga atau badan yang mendominasi atau otoriter. 

WEWENANG BADAN EKSEKUTIF 
Berdasarkan konsep yang dijelaskan dalam kitab ilmu politik berjudul “Modern Political Constitutions”, halaman 233-234, dijelaskan bahwa Badan Eksekutif memiliki 5 wewenang, yaitu: 
1. Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan segala ketetapan, dan peraturan yang dibuat oleh legislatif (SEMA).
2. Menyusun “rancangan” aturan untuk diajukan kepada legislatif, misalnya DEMA berhak mengusulkan “rancangan” anggaran dan pendapatan yang diajukan kepada SEMA untuk disahkan. Disini, kedudukan DEMA hanya mengajukan rancangan BUKAN mengesahkan.. 
3. Security, berdasarkan kitab ilmu politik berjudul “Modern Political Constitutions”, badan eksekutif memiliki kekuasaan untuk mengatur keamanan. Oleh sebab itulah, makanya dibuatlah yang namanya Menwa (Resimen Mahasiswa). Maksudnya adalah untuk menjaga keamanan mahasiswa ketika sedang beraktifitas di dalam kampus (bukan di luar kampus). Ketua Menwa seharusnya menjadi Mentri Keamanan/Pertahanan bagi DEMA. Namun, yang terjadi di UIN, Ketua UKM Menwa menjadi pejabat yang terpisah dengan DEMA. Jadi, jangan heran apabila Menwa dan DEMA jarang berada pada jalur kordinasi yang searah.
4. Kuasa Hukum, kalau dalam pemerintahan nyata, Presiden bisa memberikan grasi atau amnesti kepada rakyatnya yang bersalah. Namun dalam konteks kemahasiswaan, kekuasaan ini belum pernah ada. Karena memang pola nya yang berbeda. Jadi yang berhak untuk memberikannya adalah Pihak Rektorat.
5. Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk untuk menyelenggarakan hubungan diplomasi dengan DEMA di kampus lain. Di Indonesia sebenarnya ada organisasi yang mewadahi ini, yang dikenal dengan BEM-SI (BEM se-Indonesia) dan BEM-Nus (BEM se-Nusantara) dll.

Perlu diketahui, Eksekutif dan demokrasi adalah variabel yang sangat berbeda. Macam-macam Badan Eksekutif Berdasarkan kitab ilmu politik belanda yang juga digunakan oleh banyak negara di dunia termasuk negara kita Indonesia, yang berjudul Handboek van het Nederlandse staatsrecht, halaman 310. Disebutkan bahwa Badan Eksekutif itu ada dua macam. 
Pertama, sistem parlementer. Dan yang kedua, sistem presidensial. Untuk yang terjadi saat ini di UIN Maliki Malang, menurut analisis tampaknya DEMA UIN Maliki Malang  menerapkan sistem presidensial karena semua mahasiswa UIN Maliki Malang  ikut memilih ketua atau presidennya.

D.              Sistem Parlementer dan Sistem Presidensial dalam Penerapannya di UIN

SISTEM PARLEMENTER (PARLIAMENTARY EXECUTIVE
Dalam sistem ini, badan eksekutif dan legislatif sangat tergantung satu sama lain. Menteri-menteri yang ada dalam kabinet di badan eksekutif, bisa dipecat dan diganti oleh legislatif (SEMA). Karena dalam sistem ini, eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen. 
Sehingga, kepengurusan ini disebut kabinet parlementer. Untuk yang saya ketahui, tampaknya kampus-kampus di Indonesia jarang ada yang menggunakan sistem ini. Karena suatu saat, menteri-menteri, atau anggota DEMA bisa diganti kapan saja menurut kehendak SEMA. Dalam sistem ini ketua DEMA (Presma) “hanya” dipilih oleh SEMA saja. Tidak ada lembaga lain yang ikut memilih.

SISTEM PRESIDENSIAL 
Sistem ini dirasa sistem yang paling populer di seluruh dunia. Termasuk Indonesia juga menggunakan sistem ini. Dan UIN Maliki Malang juga menggunakan ssstem ini. Oleh sebab itu, bagi kampus-kampus yang menggunakan sistem ini, mereka menyebut pemimpin DEMA/BEM tidak dengan sebutan “Ketua BEM (DEMA)” (seperti sebagaimana yang terjadi di UIN Maliki Malang). Melainkan mereka menyebut pemimpin DEMA mereka dengan sebutan “Presiden Mahasiswa”. 
Dari sumber yang sama dengan pembahasan sebelumnya, Berdasarkan kitab ilmu politik belanda yang juga digunakan oleh banyak negara di dunia termasuk negara kita Indonesia, yang berjudul Handboek van het Nederlandse staatsrecht, halaman 259-261. Dijelaskan bahwa dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif DEMA tidak bergantung pada legislatif (SEMA). Sehingga presiden mahasiswa dipilih secara langsung oleh seluruh mahasiswa di kampus tersebut, layaknya di negara kita, Presiden dipilih berdasarkan pemilu presiden yang tersendiri (memiliki badan penyelenggara pemilihan umum mahasiswa).
Di berbagai kampus seperti UIN menyebut event besar setahun sekali ini disebut dengan Pemira (Pemilihan Raya). Disebut raya, karena melibatkan semua mahasiswa, sehingga popularitas presiden mahasiswa memang benar-benar teruji. Pemilihan juga melibatkan panitia bukan dari anggota UKM. Melainkan direkrut oleh lembaga khusus, yang sering dikenal dengan nama KPU (Komisi Pemilihan Umum). KPU ini hanya aktif menjelang Pemira saja, setelah itu lembaga ini dibubarkan. Dan dibentuk lagi setahun berikutnya, ketika akan dilakukan pemira. 
Sehingga, kualitas dari kepanitiaan memang benar-benar fokus hanya untuk memilih presiden mahasiswa, SEMA maupun lembaga lain dibawahnya. Semoga bermanfaat untuk memperkenalkan sistem pemerintahan yang Demokratis kepada Teman-teman. Saya mohon maaf apabila ada khilaf, kata-kata yang kurang berkenan, pemahaman berbeda, sudut pandang lain, pemikiran lain, ketidaksepahaman, karena perbedaan ada bukan untuk saling menjatuhkan. Tapi untuk saling melengkapi satu sama lain.


SALAM PERGERAKAN !!!

No comments:

Post a Comment

Subscribe

Flickr