“Sistem Pemerintahan
Mahasiswa dengan Konsep dan Problematika Organisasi Mahasiswa di Lingkungan UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang”
Oleh: Abdik Maulana
A.
Pendahuluan Sistem
Pemerintahan
Pemerintahan Mahasiswa merupakan miniatur pemerintahan dalam
suatu negara. Dengan menjiplak sistem demokrasi ala trias politica seharusnya
lembaga pemerintahan mahasiswa terdiri dari tiga elemen yaitu : eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Begitulah tren pergerakan mahasiswa sekarang yang
menyebut dirinya tergabung dalam pemerintahan mahasiswa.
Akan tetapi, tahukah anda darimana asal mula sistem
pemerintahan mahasiswa ini? Mari kita cermati bersama berdasarkan hasil
analisis. Kenapa ada dua penamaan lembaga yang fungsinya hampir sama dalam
menjalankan fungsi pemerintahan mahasiswa? Kedua nama lembaga tersebut adalah
Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa.
Yang pertama adalah Dewan Mahasiswa. Dewan Mahasiswa
merupakan organisasi lembaga pemerintahan mahasiswa yang menjalankan fungsi
eksekutif . Sementara fungsi legislatifnya dijalankan oleh Majelis Mahasiswa.
Dewan Mahasiswa terbentuk karena mahasiswa resah dengan permasalahan Bangsa
Indonesia pada masa orde lama. Di samping memang sudah terdapat Organisasi
Mahasiswa Ekstra Kampus lainnya pada saat itu seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), IMM (Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), FMN (Forum Mahasiswa Nasional), ataupun
Gerakan Mahasiswa lainnya yang berlandaskan Ideologi yang bergerak dan peduli
untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini.
Selanjutnya Senat Mahasiswa, penamaan Senat Mahasiswa ini
muncul ketika terjadi NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi
Kegiatan Kemahasiswaan) yang mulai diterapkan pada tahun 1979. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya aktivitas politik praktis yang terjadi
dalam kehidupan kampus (internal kampus). Selain penamaan, Pemerintah orde baru
pada saat itu melarang mahasiswa untuk menerapkan sistem pemerintahan mahasiswa
seperti halnya pada sistem yang diterapkan pada Dewan Mahasiswa dan Majelis
Mahasiswa. Sistem senat mahasiswa disini ditujukan untuk membatasi aktivitas
mahasiswa dalam pengkritisan kebijakan dengan meminimalisir jumlah aktivis secara
struktural karena setiap pejabat senat harus berasal dari ketua Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan atau ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Pelaksanaan sistem senat ini dilakukan sejak 1979 sampai dengan menjelang masa
reformasi. Akan tetapi, Mahasiswa di UGM menolak sehingga masih saja
menggunakan sistem pemerintahan mahasiswa walaupun menggunakan penamaan senat.
Dan kemudian nama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) pun
tercetus pasca reformasi 1998, ini adalah sebuah harapan baru ketika pemerintah
Republik Indonesia tidak lagi otoriter dan tidak lagi mengekang mahasiswa. BEM
menjalankan fungsi eksekutif dan fungsi legislatif dijalankan oleh DLM (Dewan
Legislatif Mahasiswa) atau DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa). BEM menjalankan
fungsi eksekutifnya berlandaskan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan
(Pengajaran), Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Ditambah dengan tugasnya
untuk mengikat tali persaudaraan seluruh Mahasiswa di Perguruan Tinggi /
Universitas tempatnya bernaung.
Sebenarnya memang, idealnya Lembaga Pemerintahan ini
dilengkapi dengan lembaga yudikatif yang ditujukan untuk menyeimbangkan tugas
lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Walaupun setelah di lihat belum ada
mahasiswa yang bisa menjalankan ketiga fungsi lembaga trias politica ini
secara optimal dan kebanyakan hanya cenderung didominasi oleh eksekutifnya
saja.
Akan tetapi, yang terpenting adalah Bagaimana kemudian harus
terdapat mahasiswa-mahasiswa yang peduli dengan permasalahan kampus dan bangsa yang
semakin pelik ini. Fungsi Pencerdasan, Penjagaan Nilai-Nilai Moral kebaikan,
Advokasi, Persatuan Mahasiswa dan Pengabdian Masyarakat seharusnya bisa
terlaksana dengan baik oleh setiap lembaga pemerintahan mahasiswa.
Cerminan dari sistem pemerintahan yang nyata dinegara Indonesia
mengadopsi utuh pemikiran filsuf Prancis, Montesqiue yang hidup diabad 17,
dimana negara haruslah menempatkan kekuasaan dengan cara pembagian agar
menghindari kesewenangan yang merugikan hak-hak masyarakat, hal tersebut
dilatarbelakangi dengan revolusi Prancis yang memang tidak pernah ada sistem
pembagian kekuasaan seperti itu dan kita mahasiswa mengenalnya sebagai Trias
Politica: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif bahkan dalam perlajanannya hal
tersebut sudah dirombak dengan ditambahnya bagian Eksaminatif yang berfungsi
sebagai pemantau kinerja pemerintahan layaknya Badan Pemeriksa Keuangan.
Dan dalam Student Goverment (baca: pemerintahan mahasiswa)
hal tersebut juga diadopsi dengan cara yang nyaris sama sehingga mengesankan
bahwa ada negara mahasiswa yang berdaulat didalam negara ini. Sistem
pemerintahan mahasiswa yang ada saat ini khususnya di UIN Maliki Malang sama dengan sistem yang menyerupai trias
politica minus yudikatif dinegara muncul disaat pemerintah dengan garangnya
memberantas sistem pemerintahan kolektif mahasiswa dengan nama Dewan Mahasiswa
lalu memperkenalkan sistem student goverment untuk selanjutnya kita kenal
dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) derta Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)
yang mewakili lembaga eksekutif, dan Senat Mahasiswa (SEMA) yang mewakili
legislatif. Tidak masalah memang untuk hal satu ini, namun yang perlu dicermati
adalah apakah sistem tersebut masih relevan dan “diperbolehkan” dengan keadaan
dan gaya perjuangan mahasiswa sekarang. Reformasi di negara Indonesia sudah
menunjukkan bahwa sistem dengan gaya lama (baca: orde baru) harus diganti
dengan sebuah sistem yang adil dan Demokratis dengan dihilangkannya lembaga tertinggi
dinegara ini, mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena dalam menjalankan
prinsip sebuah negara demokrasi maka keadaan didalamnya tidak mengenal
subordinasi sistem kepemimpinan dan wewenang hal tersebut bertujuan untuk
menghindari absolutisme kewenangan dari masing lembaga tertinggi tersebut.
Didunia pemerintahan mahasiswa, khususnya di UIN Maliki Malang hal tersebut masih belum dapat terealisasi
dengan baik, walaupun tiap lembaga sudah bisa memainkan perannya agar tercipta
cheks and ballences antara legislatif dan eksekutif. Namun apakah hal tersebut
itu cocok dengan kondisi nyata atas dasar kebutuhan Demokrasi di universitas
ini.
Sistem Pemerintah Ideal Yang diharapkan dari kepemerintahan
ideal adalah terwujudnya pemerintahan yang Demokratis, sehat dan dinamis. Jika
memang dalam tingkat peraturan tertinggi telah memberi celah untuk
melaksanakannya maka itu adalah amanah konstitusi dan juga yang harus
diperhatikan juga bahwa amanah tersebut juga bisa memberikan solusi yang tidak
sehat dalam pelaksanaanya dan hal tersebut tidak hanya khusus ada di student
goverment. Hans Kelsen, dalam teorinya tentang hierarki perundang-undangannya
menyatakan bahwa norma tertinggi dalam pelaksanaan sebuah negara berdaulat
adalah Undang-Undang Dasar yang biasanya kita di Republik Mahasiswa ini
menyebutnya sebagai AD/ART RM dan dilanjutkan dengan Peraturan sampai pada
peraturan yang paling akhir yaitu Peraturan Daerah.
Pandangan ini bertahan dan diadopsi bertahun-tahun oleh
negara demokrasi didunia, era Orde baru menolak gagasan ini beserta demokrasinya,
dan uniknya Pemerintahan Mahasiswa UIN Maliki Malang tidak begitu memahami dan mengerti akan
pentingnya hal tersebut. Solusi pada akhirnya tetaplah dikembalikan pada
kebijakan lembaga yang mengaturnya, jika pihak eksekutif dalam hal ini dipegang
oleh Presiden Mahasiswa mulai bisa menggerakkannya dengan sebuah usulan
terhadap kemungkinan terjadinya Amandemen maka hal tersebut sangatlah
berpengaruh atas desakan tersebut. Karena jika dilihat masalah ini mulai mengakar
dan semakin lama membuat negara ini menjadi negara mahasiswa dengan tidak
adanya peraturan pasti (Peraturan-peraturan) untuk menjamin hak kemahasiswaan,
peraturan itu menjadi seolah-olah ada dan menjadi pelengkap masa jabatan saja,
namun tidak dijabarkan secara detail. Sampai pada saat dimana pemerintahan
daerah yang diwakili oleh Fakultas tidak bisa lagi dijamah oleh regulasi karena
memang tidak ada arahan untuk membatasi kekuasaan tersebut.
Penutup Pemerintahan Mahasiswa (studen goverment) mempunya
tugas membentuk watak demokrasi mahasiswa, dalam menjalankan hal tersebut perlu
didasari oleh sebuah sistem yang sehat serta Demokratis pula, bervisi dan jelas
dalam arahannya.
B.
Pemahaman
Konsep Trias Politica
Kekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang sifatnya memberikan legislasi terhadap
kekuasaan eksekutif. Produk yang dihasilkannya adalah produk hukum dan
perundangan yang berisi rambu-rambu yang harus diikuti oleh eksekutif dalam
menjalankan roda pemerintahan. Pos ini juga sekaligus memberikan fungsi kontrol
terhadap jalannya proses hingga lahirnya kebijakan publik. Dalam sistem demokrasi
tak langsung, maka lembaga legislatif ini ditempati oleh federasi atau
representasi (perwakilan) dari tiap segmen/distrik publik yang ada yang terbagi
secara geopolitis. Akibatnya, pos kekuasaan inilah yang secara langsung
berhubungan dengan publik, yang dapat diimplementasikan dalam mekanisme recall, pertanggungjawaban
di tingkat distrik, dan sebagainya. Jadi, dalam hal ini tiap elemen
representatif lembaga legislatif harus memiliki kejelasan entitas yang
diwakilinya. Dengan perkataan lain, tiap anggota dalam kelembagaan legislatif
harus jelas mewakili segmen publik tertentu, sehingga publik mengetahui siapa
yang mewakilinya di tingkat kelembagaan pusat. Dalam praktiknya, harus dijamini
adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat oleh setiap entitas publik, untuk
kemudian nantinya dalam pengambilan keputusan, semua perbedaan tersebut
dimoderasi dengan musyawarah (untuk mencapai mufakat atau aklamasi) ataupun
voting, referendum, sebagai cara untuk mengumpulkan suara terbanyak yang
menentukan sikap publik secara keseluruhan.
Kekuasaan Eksekutif merupakan pos kekuasaan yang mengeluarkan berbagai kebijakan
yang akan berkenaan dengan publik secara langsung atau tak langsung, di bidang
sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Pos inilah yang menentukan
segala kebijakan sistem berdasarkan amanah yang disampaikan oleh kekuasaan
legislatif. Adalah proses lahirnya segala kebijakan publik ini, legislatif
harus memiliki akuntabilitas yang konkrit terhadap eksekutif.
Dengan kata lain, legislatif memiliki hak-hak untuk
melakukan pemeriksaan terhadap setiap proses kelahiran suatu kebijakan yang
dilakukan oleh eksekutif. Di sini, secara legal formal, legislatif menjadi
mitra tanding (baca: oposisi) dari kekuasaan eksekutif.
Kekuasaan Yudikatif merupakan kekuasaan yang menjadi tulang punggung dari setiap
roda Demokratisasi pemerintahan, karena ia menjadi kekuasaan kehakiman
tertinggi yang menentukan apakah kebenaran yang dianut oleh sistem tersebut
ditegakkan oleh sistem tersebut. Pos kekuasaan yudikatif memiliki hak uji
material dari setiap kebijakan publik yang dihasilkan oleh eksekutif
berdasarkan legalitas yang diberikan oleh kekuasaan legislatif. Demi tegaknya
supremasi hukum, maka pada praktiknya, kekuasaan yudikatif tidak boleh pandang
bulu dalam menerapkan hukum yang ada. Dari sini, diharapkan tercipta suatu
keadaan yang seadil-adilnya bagi sistem tersebut.
C.
Apasih
Badan Eksekutif ???
BADAN
EKSEKUTIF
Badan eksekutif biasanya dalam negara-negara Demokratis
terdiri dari Presiden dan para mentri. Jumlah anggota Badan Eksekutif juga
harus lebih kecil dari lembaga legislatif, coba sekarang teman-teman hitung,
apakah jumlah anggota DEMA lebih sedikit dari DLM/SEMA ???. mengapa jumlah
anggota DEMA harus lebih sedikit, itu dikarenakan Eksekutif dalam tradisi demokrasi
“hanya” bertugas melaksanakan ketetapan-ketetapan yang sudah disepakati oleh
legislatif (SEMA). Jadi dengan jumlah yang lebih sedikit itu, diharapkan
legislatif dapat mengkontrol apabila eksekutif melakukan kesalahan. Dalam
menjalankan tugasnya, diharapkan badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja
yang terampil dan ahli serta terpenuhi berbagai macam fasilitas pendukung.
Anggota DEMA diharapkan merupakan orang-orang yang
berdedikasi dan berkompeten untuk menjalankan roda pemerintahan di
kampus. Sedangkan, apabila ketua DEMA (Presma) melakukan
kesalahan maka SEMA berhak untuk memberhentikanya saat itu juga dengan
mekanisme musyawarah mufakat di internal SEMA (sekali lagi saya tekankan,
anggota DEMA tidak terlibat) karena sudah ada dalam Pedoman Organisasi
Kemahasiswaannya. Nah, apabila para menteri yang melakukan kesalahan, pejabat
ketua DEMA (Presma) berhak untuk memecat atau menggantinya, dalam ilmu
politik dikenal dengan istilah Reshuffle Kabinet. Sehingga semua roda
pemerintahan benar-benar terkontrol, tidak ada satupun lembaga atau badan yang
mendominasi atau otoriter.
WEWENANG
BADAN EKSEKUTIF
Berdasarkan konsep yang dijelaskan dalam kitab ilmu politik
berjudul “Modern Political Constitutions”, halaman 233-234, dijelaskan bahwa
Badan Eksekutif memiliki 5 wewenang, yaitu:
1. Administratif, yakni kekuasaan untuk melaksanakan segala
ketetapan, dan peraturan yang dibuat oleh legislatif (SEMA).
2. Menyusun “rancangan” aturan untuk diajukan kepada
legislatif, misalnya DEMA berhak mengusulkan “rancangan” anggaran dan pendapatan
yang diajukan kepada SEMA untuk disahkan. Disini, kedudukan DEMA hanya
mengajukan rancangan BUKAN mengesahkan..
3. Security, berdasarkan kitab ilmu politik berjudul “Modern
Political Constitutions”, badan eksekutif memiliki kekuasaan untuk mengatur
keamanan. Oleh sebab itulah, makanya dibuatlah yang namanya Menwa (Resimen
Mahasiswa). Maksudnya adalah untuk menjaga keamanan mahasiswa ketika sedang
beraktifitas di dalam kampus (bukan di luar kampus). Ketua Menwa seharusnya
menjadi Mentri Keamanan/Pertahanan bagi DEMA. Namun, yang terjadi di UIN,
Ketua UKM Menwa menjadi pejabat yang terpisah dengan DEMA. Jadi, jangan heran
apabila Menwa dan DEMA jarang berada pada jalur kordinasi yang searah.
4. Kuasa Hukum, kalau dalam pemerintahan nyata, Presiden
bisa memberikan grasi atau amnesti kepada rakyatnya yang bersalah. Namun dalam
konteks kemahasiswaan, kekuasaan ini belum pernah ada. Karena memang pola nya
yang berbeda. Jadi yang berhak untuk memberikannya adalah Pihak Rektorat.
5. Diplomatik, yaitu kekuasaan untuk untuk menyelenggarakan
hubungan diplomasi dengan DEMA di kampus lain. Di Indonesia sebenarnya ada
organisasi yang mewadahi ini, yang dikenal dengan BEM-SI (BEM
se-Indonesia) dan BEM-Nus (BEM se-Nusantara) dll.
Perlu diketahui, Eksekutif dan demokrasi adalah variabel
yang sangat berbeda. Macam-macam Badan Eksekutif Berdasarkan kitab ilmu politik
belanda yang juga digunakan oleh banyak negara di dunia termasuk negara kita
Indonesia, yang berjudul Handboek van het Nederlandse staatsrecht,
halaman 310. Disebutkan bahwa Badan Eksekutif itu ada dua macam.
Pertama, sistem parlementer. Dan yang kedua, sistem
presidensial. Untuk yang terjadi saat ini di UIN Maliki Malang, menurut
analisis tampaknya DEMA UIN Maliki Malang menerapkan sistem presidensial karena semua mahasiswa
UIN Maliki Malang ikut memilih ketua
atau presidennya.
D.
Sistem
Parlementer dan Sistem Presidensial dalam Penerapannya di UIN
SISTEM
PARLEMENTER (PARLIAMENTARY EXECUTIVE)
Dalam sistem ini, badan eksekutif dan legislatif sangat
tergantung satu sama lain. Menteri-menteri yang ada dalam kabinet di badan
eksekutif, bisa dipecat dan diganti oleh legislatif (SEMA). Karena dalam sistem
ini, eksekutif bertanggung jawab kepada parlemen.
Sehingga, kepengurusan ini disebut kabinet parlementer.
Untuk yang saya ketahui, tampaknya kampus-kampus di Indonesia jarang ada yang
menggunakan sistem ini. Karena suatu saat, menteri-menteri, atau anggota DEMA
bisa diganti kapan saja menurut kehendak SEMA. Dalam sistem ini ketua DEMA (Presma) “hanya”
dipilih oleh SEMA saja. Tidak ada lembaga lain yang ikut memilih.
SISTEM
PRESIDENSIAL
Sistem ini dirasa sistem yang paling populer di seluruh
dunia. Termasuk Indonesia juga menggunakan sistem ini. Dan UIN Maliki
Malang juga menggunakan ssstem ini. Oleh sebab itu, bagi kampus-kampus
yang menggunakan sistem ini, mereka menyebut pemimpin DEMA/BEM tidak
dengan sebutan “Ketua BEM (DEMA)” (seperti sebagaimana yang
terjadi di UIN Maliki Malang). Melainkan mereka menyebut pemimpin DEMA
mereka dengan sebutan “Presiden Mahasiswa”.
Dari sumber yang sama dengan pembahasan sebelumnya, Berdasarkan
kitab ilmu politik belanda yang juga digunakan oleh banyak negara di dunia
termasuk negara kita Indonesia, yang berjudul Handboek van het Nederlandse staatsrecht, halaman 259-261.
Dijelaskan bahwa dalam sistem ini kelangsungan hidup badan eksekutif DEMA tidak
bergantung pada legislatif (SEMA). Sehingga presiden mahasiswa dipilih secara
langsung oleh seluruh mahasiswa di kampus tersebut, layaknya di negara kita,
Presiden dipilih berdasarkan pemilu presiden yang tersendiri (memiliki badan
penyelenggara pemilihan umum mahasiswa).
Di berbagai kampus seperti UIN menyebut event besar setahun
sekali ini disebut dengan Pemira (Pemilihan Raya). Disebut raya, karena
melibatkan semua mahasiswa, sehingga popularitas presiden mahasiswa memang
benar-benar teruji. Pemilihan juga melibatkan panitia bukan dari anggota UKM.
Melainkan direkrut oleh lembaga khusus, yang sering dikenal dengan nama KPU
(Komisi Pemilihan Umum). KPU ini hanya aktif menjelang Pemira saja, setelah itu
lembaga ini dibubarkan. Dan dibentuk lagi setahun berikutnya, ketika akan
dilakukan pemira.
Sehingga, kualitas dari kepanitiaan memang benar-benar fokus
hanya untuk memilih presiden mahasiswa, SEMA maupun lembaga lain dibawahnya. Semoga
bermanfaat untuk memperkenalkan sistem pemerintahan yang Demokratis kepada
Teman-teman. Saya mohon maaf apabila ada khilaf, kata-kata yang kurang
berkenan, pemahaman berbeda, sudut pandang lain, pemikiran lain,
ketidaksepahaman, karena perbedaan ada bukan untuk saling menjatuhkan. Tapi
untuk saling melengkapi satu sama lain.
SALAM
PERGERAKAN !!!
No comments:
Post a Comment